Rabu, 21 Mei 2008

Polisi dan Demonstran Nyaris Bentrok di Istana

VHRmedia.com, Jakarta - Lebih dari 1.000 orang anggota Front Masyarakat Menguggat berdemonstrasi menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Para demonstran nyaris bentrok dengan polisi karena tidak diizinkan berorasi di depan Istana Negara.

Demonstran memulai aksinya di Bundaran Hotel Indonesia, kemudian melanjutkannya dengan aksi jalan kaki menuju Istana Negara. Ketika tiba didepan gerbang utara Monumen Nasional yang berbatasan dengan Jalan Merdeka Utara, polisi menyetop iring-iringan demonstran.

Polisi memaksa demonstran berorasi di tempat itu dan melarang melanjutkan aksi jalan kaki hingga persis di depan Istana. Situasi mulai memanas saat perwakilan demonstran meminta polisi mengizinkan massa memasuki jalan Medan Merdeka Utara. “Tidak ada seorang pun yang boleh menghalangi kita untuk orasi di depan Istana Negara,” kata Lalu Hilman Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Selasa (20/5).

Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat Heri Wibowo besikeras, aksi di depan Istana Negara akan menghambat arus lalu lintas di Jalan Merdeka Utara. “Mereka (pengguna jalan) kan juga rakyat,” tegas Heri.

Ketegangan memuncak ketika polisi memerintahkan sopir mobil komando aksi mengarahkan kendaraannya ke pintu gerbang utara Monas. Sejumlah perangkat aksi bersikeras mengarahkan mobil komado itu ke Jalan Merdeka Utara. Demonstran akhirnya setuju berorasi ditempat yang diminta polisi.

Rizal Ramli salah seorang ekonom Komite Bangkit Indonesia dalam orasinya mengkritik rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Menurut Rizal, ketimbang harus menaikkan harga BBM, pemerintah seharusnya mengurangi subsidi bunga bank rekap sebesar Rp 35 triliun yang hanya dinikmati kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas “Kenapa pemerintah beraninya cuma sama rakyat miskin?” Kata Rizal Ramli.

Demonstrasi yang juga dihadiri artis Rieke Dyah Pitaloka dan mantan aktivis buruh Dita Indah Sari itu berakhir damai pukul 18.00 WIB. Demonstran melanjutkan aksi di pelataran Tugu Proklamasi dan bersiap menurunkan massa yang lebih banyak dalam aksi serupa pada Peringatan 10 tahun Reformasi, Rabu (21/5). (E1

Minggu, 11 Mei 2008

Dita Indah Sari, Hidup Demi Kaum Buruh

By : Nunik Triana

Keterlibatannya dalam politik kaum buruh didorong rasa tanggung jawab pada nasib mereka. Secara personal ia tidak ingin terjun ke politik.


DI beberapa negara, Hari Buruh dirayakan setiap 1 Mei, yang disebut May Day. Setiap tanggal tersebut, kaum buruh di seluruh dunia termasuk di Indonesia, turun ke jalan. Mereka meneriakkan aspirasi mereka. Antara lain, menuntut perolehan yang layak
Kini, angin reformasi terus berdesir. Iklim politik di Tanah Air makin demokratis, dan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Para buruh pun kini lebih bebas menyuarakan aspirasi mereka.

“Sebelumnya sangat tidak mungkin. Sebab, pada masa Orde Baru, segala yang berbau buruh dicap sebagai tindakan makar dan berhaluan komunistis,” kata aktivis buruh Dita Indah Sari, 36. Gara-gara aktivitasnya itu pula, pemerintah Orde Baru sempat menjebloskannya ke penjara.

Mengapa Anda tertarik terjun menjadi aktivis buruh?

Kaum buruh itu penting karena mereka penggerak ekonomi. Sayangnya nasib mereka kurang diperhatikan. Waktu itu kami mengorganisasi kaum buruh, meliputi petani, nelayan, dan guru. Jadi, nggak benar buruh hanya sebatas mereka yang bekerja di pabrik.
Buruh terbagi dua: yang bekerja di sektor formal dan informal. Di sektor formal meliputi mereka yang bekerja di pabrik. Sedangkan di sektor informal, mereka yang bekerja menjadi petani, nelayan, PRT, guru honorer, dan pekerjaan lain yang tidak memiliki kontrak kerja. Mereka dibayar dengan sistem upah.

Anda punya data?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun lalu menunjukkan, dari 35 juta buruh hanya 9 juta yang bekerja di sektor formal. Sisanya, 26 juta, bekerja di sektor informal. Bayangkan, para guru honorer sebulan hanya dibayar Rp100 ribu. Bagaimana mereka bisa hidup, apalagi di Jakarta?
Para pekerja sektor informal ini cenderung pasrah karena tidak memiliki kontrak kerja yang jelas. Nah, ini perlu diperhatikan. Seharusnya mereka pun memiliki sistem dan kontrak kerja sehingga hak buruh informal ini terlindungi.
DITA mulai mengenal dunia gerakan sejak duduk sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1991. Tahun 1992 ia bergabung dengan Forum Belajar Bebas, kelompok studi mahasiswa progresif yang membahas persoalan demokrasi dan keadilan sosial.
Keterlibatannya sebagai aktivis buruh tidak tanggung-tanggung. Sejak tahun 1993-1996 ia rela hidup bersama para buruh di Pluit, Tangerang, Citereup, dan Bogor "hanya" untuk merasakan sulitnya menjadi buruh. "Pulang kuliah, saya langsung pulang ke tempat tinggal para buruh,” katanya.

Apa kesan Anda selama hidup bersama para buruh?

Satu hal yang paling saya rasakan adalah kondisi anak-anak para buruh itu sangat memprihatinkan. Saking mereka tidak mampu membeli susu, anak-anak mereka yang masih bayi hanya diberi air tajin. Untuk bedak, mereka pakai tepung kanji.
Bayi berusia tiga bulan sudah diberi teh manis agar tetap terlihat segar dan tidak lemas. Bayi-bayi itu memang jadi segar dan gemuk karena mengonsumsi glukosa, tapi gemuk yang tidak sehat. Belum lagi situasi rumah yang panas dan tidak ada ventilasi. Mereka hidup dalam kondisi yang benar-benar tidak layak.

Masalah buruh dari tahun ke tahun sepertinya tidak pernah terselesaikan. Persoalan utama buruh Indonesia sebetulnya apa, sih?

Upah sebenarnya bukan masalah mendasar para buruh. Problem mereka sebenarnya lebih pada masalah ekonomi dengan harga yang terus merangkak naik. Upah kecil tidak masalah jika harga tidak naik.
Sebenarnya jika para buruh itu mendapatkan fasilitas kesehatan, sekolah, dan perumahan yang layak, mereka nggak akan berdemonstrasi. Sekarang harga BBM naik, yang kemudian memicu kenaikan di semua sektor kehidupan. Tapi upah buruh tidak naik. Bagaimana mereka bisa hidup?

Bagaimana kondisi buruh sekarang dibanding saat Anda baru terjun sebagai aktivis?

Dibanding pada masa Orde Baru, kondisi di era reformasi sekarang jauh lebih baik, khususnya di bidang politik. Para buruh kini sudah dapat lebih terbuka menyuarakan aspirasi mereka. Bebas membuat Serikat Buruh. Sekarang 10 orang saja bisa bikin Serikat Buruh. Dulu jangan harap.
Kini seminar dan publikasi yang menyuarakan aspirasi kaum buruh juga tidak dilarang. Hari Buruh Internasional 1 Mei lalu sudah dapat dirayakan. Dulu sangat dilarang karena dikaitkan dengan tindakan komunis. Tentara pun kini tidak banyak ikut campur saat buruh melakukan aksi, dan itu tidak mungkin dilakukan di masa Orde Baru.

PERJUANGAN Dita membela hak kaum buruh adalah sederet pengalaman getir. Saat memimpin aksi di Tendes, Surabaya, Juli 1996, ia ditangkap. Pengadilan menjatuhinya hukuman delapan tahun penjara. Juga untuk beberapa temannya. Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) yang dipimpinnya dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh rezim Soeharto.

PPBI adalah satu-satunya organisasi buruh yang masa itu berani berdemonstrasi menuntut kenaikan upah, penghidupan yang layak bagi kaum buruh, dan penggulingan Soeharto. Bahkan Dita pernah ditahan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Wanita Malang, dan LP Wanita Tangerang (1997-1998). Ia dibebaskan setelah mendapat amnesti dari Presiden Habibie.

Akibat membela kaum buruh, Anda sempat masuk bui. Ada hikmah yang dapat dipetik?

Banyak yang saya pelajari di penjara. Meski saya tahanan politik, tapi di penjara saya tidak belajar politik, organisasi, atau hal-hal yang berbau kriminal. Sebab di sana banyak tahanan kriminal.

Saya bersyukur di sana saya bisa belajar tentang manusia. Belajar tentang cara pandang mereka. Bagaimana mereka bertahan hidup dan akhirnya melakukan kesalahan. Banyak di antara para tahanan itu melakukan tindak kriminal karena terpaksa. Sebagian besar karena tuntutan ekonomi.

Penjara itu membuat bodoh karena kita dilarang membaca hal-hal yang berhubungan dengan dunia luar, dan tidak boleh menonton televisi. Kalau kita mau menulis, aturannya sangat ketat. Mulai dari jumlah kertas yang kita minta, sampai apa yang akan kita tulis. Itu harus dibaca oleh penjaga penjara. Saya diisolasi dan harus menjalani keadaan itu selama dua tahun.

Setelah keluar dari penjara, Anda langsung aktif lagi sebagai pembela kaum buruh. Mengapa?

Sewaktu saya keluar penjara, banyak orang mendatangi saya. Mereka meminta saya kembali mengurus dan berbicara masalah perburuhan. Saya mendapat banyak undangan menjadi pembicara di berbagai forum seminar.

Ya sudah. Mungkin memang sudah jalan hidup saya menyuarakan kaum buruh. Akhirnya, keluar dari penjara, saya langsung nyemplung lagi. Pagi keluar dari penjara, besoknya saya sudah berbicara di seminar seperti tidak terjadi apa-apa.

Anda berniat terus berjuang di jalur ini?

Sekarang saya sudah menjadi seorang ibu. Pengalaman hidup bersama para buruh dulu, kini lebih terasa sebagai pengalaman pribadi. Kini, saya lebih bisa merasakan bagaimana rasanya bertanggungjawab ketika memiliki anak dan tidak mampu memberikan apa yang dibutuhkan. Sedih sekali hati saya. Itu salah satu faktor mengapa saya tetap berada di jalur ini, selain karena hingga kini masalah perburuhan belum terselesaikan.

Saat menyuarakan aspirasi kaum buruh, Anda tidak takut, terutama di masa Orba?

Tentu saja saya takut. Itu manusiawi. Apalagi saya pimpinan demonstrasi dan selalu berada di barisan paling depan untuk berbicara dan dikelilingi para aparat yang membawa senapan. Belum lagi risiko ditangkap, dipenjara, atau dibunuh.

Waktu dipukul aparat, saya juga takut. Tapi, bagi saya, orang berani adalah orang yang bisa mengatasi rasa takutnya. Ketakutan terbesar adalah ketika kita disergap oleh rasa takut itu sendiri dan tidak berdaya menghadapinya.

Anda penggerak kaum buruh yang jumlahnya ribuan, dan Anda perempuan. Pernah mendapat perlakuan diskriminatif?

Sejauh ini, karena kaum buruh selalu menjunjung tinggi kesetaraan, saya tidak terlalu merasakan adanya perlakukan diskriminatif. Memang, saya akui, sebagai perempuan kita harus bekerja dua hingga tiga kali lebih kuat agar diakui oleh kaum laki-laki. Tidak adil memang, tapi begitulah kenyataannya.

SEPTEMBER 2001, Dita mendapat penghargaan Ramon Magsaysay Award, penghargaan bergengsi bagi perorangan dan organisasi Asia atas pencapaian mereka di bidang masing-masing. Februari 2002 ia mendapat Reebok Human Rights Award. Tapi ia tolak. Alasannya, Reebok salah satu perusahaan besar yang tidak berpihak pada kesejahteraan kaum buruh.
Dalam periode ini Dita juga tercatat sebagai salah seorang pendiri lembaga penelitian: Lembaga Pembebasan Media dan Ilmu Sosial (LPMIS), serta Senjata Kartini, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perempuan.

Saat menerima penghargaan Ramon Magsaysay Award 2001 di Filipina, bagaimana perasaan Anda?

Saya kaget sekali. Nggak nyangka, kok bisa. Agak terharu juga. Ternyata mereka telah menyelidiki saya sejak awal pergerakan dulu. Dengan penghargaan itu, saya jadi lebih yakin bahwa jalan hidup yang saya tempuh memang berada di jalur yang benar.

Tapi penghargaan semacam itu bagi saya tidak terlalu penting. Hal terpenting, bagaimana agar apa yang kita lakukan dihargai masyarakat. Sebab masyarakat sampai saat ini belum sepenuhnya paham tentang pergerakan buruh.

Anda memang bercita-cita menjadi aktivis?

Tidak. Saya sebenarnya ingin menjadi penulis. Sebab sejak kecil saya senang baca puisi dan prosa, dan sastra umumnya. Kalau bukan demi buruh, saya sih lebih memilih jadi penulis. Tapi meski aktif menjadi aktivis, saya juga suka menulis artikel di beberapa harian. Ke depan saya ada rencana menulis buku otobiografi.

Keterlibatan saya di politik untuk kaum buruh, kalau boleh jujur, itu juga bukan kemauan saya, tetapi lebih pada dorongan rasa tanggung jawab pada nasib kaum buruh. Tapi, secara personal, saya tidak ingin terjun ke politik. Politik itu kering. ( Nunik Triana )

Kutipan:
Sebenarnya jika para buruh itu mendapatkan fasilitas kesehatan, sekolah, dan perumahan yang layak, mereka nggak akan berdemonstrasi.
=====================
Biodata:

Nama : Dita Indah Sari
Tempat, tgl lahir: Medan, 30 Desember 1972
Pendidikan : Fakultas Hukum UI, Depok (1991)

Pengalaman Organisasi:
* Bergabung dengan Forum Belajar Bebas, Fakultas Sastra UI (1992)
* Menjadi koordinator Aliansi Parpol untuk Keadilan (Oktober 2006)
* 2008: Ikut mendirikan Koalisi Calon Perseorangan Seluruh Indonesia (KCPSI), 2008, dll.

Pengalaman Forum:
* Menjadi pembicara dalam Forum Asia Pacific Solidarity Conference di Perth dan Sydney menyangkut Invasi Indonesia di Timor-Timur dan gerakan buruh Indonesia (1994)
* Menjadi pembicara di Perth, Australia dalam Peringatan Hari Perempuan Sedunia (1995)
* Pembicara Free East Timor Tour di Perth, Sydney, Adelaide, Brisbane, Canberra, Lismore dan

Darwin, Australia (1999)
* Pembicara utama dalam Penutupan kongres TUC (Trade Union Congress), Brighton, Inggris, mendesak penghentian penjualan senjata dari pemerintah Inggris kepada pemerintah Indonesia yang banyak digunakan untuk membunuh rakyat Timor-Timur dan Aceh (Mei 2000)
* Berdialog dengan Left Forum (partai-partai sayap kiri) dalam Parlemen Eropa di Belgia menyangkut situasi di Timor-Timur (Juni 2000)
* Tour Against Sweatshop (menjadi pembicara di lima kota besar di Inggris) menyangkut perusahaan-perusahaan Inggris di Indonesia yang memekerjakan buruh dengan melanggar hak-haknya (2001)
* Menjadi pembicara dalam Forum Tripartit ILO di Jenewa menyangkut situasi perburuhan Indonesia (2002)
* Bergabung bersama Peace Mission (Misi Perdamaian) di Baghdad untuk mencegah penyerangan Amerika terhadap Irak (2003)
* Pembicara utama dalam Forum Sosial Dunia di Mumbai, India (2004)
* Pembicara dalam seminar Solidaritas Selatan-Selatan di Helsinki, Finlandia, tentang partai politik dan gerakan social (2007).

Penghargaan:
* Ramon Magsaysay Award 2001, Filipina
* Reebok Human Rights Award 2002, Amerika Serikat (ditolak)
* 20 Pemuda Berprestasi Indonesia 2006, Menteri Pemuda dan Olahraga RI
* 100 Wanita Asia Berprestasi, Majalah Globe Asia
* 10 Wanita yang Menginspirasi 2007 versi Tabloid Wanita Indonesia
* 35 Wanita yang Menginspirasi 2007 versi Majalah Femina Group
* 10 Wanita yang Menginspirasi 2008 versi Kompas-LKBN Antara dan Kelompok 10 Media.

Sabtu, 10 Mei 2008

'Pisau' BBM ke Dada Orang Miskin

INILAH.COM, Jakarta - Kenaikan harga BBM dilihat bak pisau yang terarah ke dada orang miskin. Sebab ini menjadi masalah hidup dan mati. Bukan lagi masalah politik dan ekonomi, tapi kemanusiaan.

"Kami tetap menggangap ada opsi-opsi lain, karena sama saja mengarahkan pisau ke dada orang miskin. Itu adalah persoalan hidup dan mati, dan kami menolak kenaikan harga BBM. Bagi kami, ini bukan masalah politik dan ekonomi, tapi sudah menyangkut masalah kemanusiaan," kata aktivis buruh Dita Indah Sari dalam diskusi 'Derita Rakyat Tak Berujung' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/5).

Apalagi, lanjut dia, kenaikan harga BBM bertepatan dengan peringatan 10 tahun reformasi. "Kita dapat kado reformasi dari pemerintah dengan kenaikan harga BBM 30 persen. Dalam perayaan 10 tahun reformasi, pemeritahan SBY sudah gagal. Terimakasih atas kadonya," cetusnya.

Kebijakan kenaikan harga BBM, menurut dia, akan semakin menambah beban orang banyak dan beban orang miskin, karena juga akan mengakibatkan sumber-sumber pekerjaan ditutup. Dampaknya bisa sampai 2-3 tahun.

"Kalau mau membantu orang miskin, tidak begitu caranya. Kalau subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang kaya, tapi solusinya bukan BBM yang dinaikan, itu berarti mau membunuh tikus tapi sarangnya dibakar," ujar Dita.

Kalau mau mengurangi alokasi subsidi untuk orang kaya, usul dia, naikkan saja pajak kendaraan. Sebab lebih mudah menghitung orang kaya daripada orang miskin.

Sedangkan soal penghematan energi, menurut dia, atur saja jumlah kendaraan mobil, tentukan jam-jam mobil yang keluar. Jika 3 in 1 bisa diberlakukan, berarti pembatasan kendaran juga bisa dilakukan.

"Jadi soal penghematan, soal pengurangan angggaran buat orang kaya, caranya tidak dengan menaikkan harga BBM, karena yang merasakan dampaknya adalah orang menengah ke bawah," kata Dita.[L3]

Industri Domestik Bisa Kolaps

JAKARTA - Kenaikan harga BBM dapat memberikan dampak buruk pada sektor industri dalam negeri. Kemiskinan di Indonesia juga akan semakin meningkat.

"Yang pasti jumlah kemiskinan akan semakin bertambah, jumlah pengangguran bertambah karena industri dalam negeri kesulitan," jelas aktivis buruh Dita Indah Sari, usai diskusi Polemik Trijaya Derita Rakyat Tidak Berujung, di Warung Daun Jalan Cikini Raya, Jakarta, Sabtu (10/5/2008).

Menurutnya, kebijakan pemerintahan SBY-JK tidak memihak kepada rakyat menengah ke bawah. Pemerintah dinilai tidak berani membuat kebijakan yang tidak populis dimata pengusaha asing.

Sedangkan, bagi pengusaha dalam negeri akan mengalami kesulitan terhadap kenaikan BBM. "Kan yang mau dibangkitkan pengusaha dalam negeri," pungkasnya.

Kalau memang mencintai rakyat, seharusnya pemerintah harus berani membuat kebijakan yang memihak kepada rakyat. "Jangan hanya mendatangi rakyat kalau lagi ada bencana saja," tambahnya. (ase) (rhs)