Rabu, 24 Januari 2001

Dita Sari: Tak Adil Mengkambinghitamkan Buruh

Liputan6.com, Jakarta: Potensi penerimaan dari sektor sepatu dan tekstil sangat besar. Karena itu para aktivis buruh mendesak pemerintah mengganjal rencana para pengusaha untuk merelokasi industri ke Cina dan Vietnam. Maklum, para pengusaha berdalih memindahkan lokasi usaha karena aksi unjuk rasa buruh. Namun, sejauh ini, pemerintah belum menerima proposal mereka. Nah, untuk mengetahui masalah tersebut Bayu Sutiyono berbincang dengan Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Persepatuan Indonesia Djimanto dan Ketua Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia Dita Indah Sari di Studio SCTV Jakarta, Rabu (24/1) siang.

Djimanto ingin meluruskan berita yang dinilainya simpang siur. "Pengusaha akan melakukan diversifikasi bukan relokasi," kata dia menegaskan. Diversifikasi, tambah dia, adalah melebarkan usaha ke luar negeri. Karena itu, menurut dia, para pengusaha tak perlu melapor kepada Departemen Perdagangan dan Industri.

Djimanto membenarkan, persoalan yang menohok langsung industri adalah aksi mogok dan unjuk rasa para buruh. Menurut dia, para buruh berdemonstrasi tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku. Dia menganggap tuntutan para buruh berlebihan dan negosiasi selalu mentok. Hal tersebut dibenarkan Dita. Namun, dia mengingatkan tindakan buruh bukan tanpa sebab.

Para buruh berunjuk rasa karena upah mereka jauh dari kata sejahtera. Apalagi, rencana relokasi dan diversifikasi mengancam kehidupan mereka. Dia menduga, para pengusaha mengambil langkah tersebut untuk mencari keuntungan yang lebih besar dan menghindari ekonomi biaya tinggi. Apalagi, upah buruh di Cina dan Vietnam terbilang minim. Sebab, pemerintah dua negara tersebut merepresif gerakan buruh. Sebagai jalan tengah, Dita mengusulkan pemerintah menerbitkan peraturan untuk memperketat ekspansi ke luar negeri. Jangan sampai buruh menjadi kambing hitam atas alasan tersebut. "Itu tidak fair" kata dia.

Djimanto membenarkan pendapat Dita. Tapi, tentu saja dia membantah keputusan pengusaha semata-mata mengejar keuntungan. Jurus itu ditempuh untuk tetap menghidupkan perusahaan. Dia menyangkal berniat hengkang lantaran tak lagi mendapat berbagai fasilitas. Sebab, para buruh menuduh, selama Orde Baru perusahaan tersebut terlampau dimanja dengan keunggulan komparatif. "Itu dilakukan supaya perusahaan kian mantap," kata dia.(TNA)

Tidak ada komentar: