Selasa, 17 Februari 2009

Gerakan Sosial dan Politik

GERAKAN SOSIAL DAN PARTAI POLITIK

Dita Indah Sari

Sepanjang tahun, setiap bulan , sehari-hari, partai politik terus menjadi sasaran kritik dan kecaman tanpa henti. Minimnya keberpihakan, rendahnya komitmen serta krisis integritas sejumlah kadernya menjadi fokus yang terus menuai serangan. Bisa dikatakan, popularitas partai politik mencapai titik terendah justru di saat detik-detik menjelang Pemilu 2009 kian dekat.

Selain media massa, gerakan sosial adalah kelompok yang paling aktif menyuarakan kritik terhadap partai politik. Gerakan sosial yang dimotori oleh LSM, ormas-ormas sektoral (buruh, petani, mahasiswa, dll) serta para intelektual kritis mengibarkan tinggi-tinggi bendera non-partisan sebagai identifikasi politik mereka. Politik non-partisan, kemudian, dianggap memberi jaminan akan objektivitas kritik karena dipandang murni hanya mewakili kepentingan kelompok yang dirugikan oleh sistem.

Situasi dan Tantangan Baru

Di Indonesia sejarah gerakan sosial lahir sebagai reaksi atas tersumbatnya berbagai saluran politik yang berfungsi menyerap dan menjalankan aspirasi rakyat di jaman kediktatoran Orde Baru, masa dimana partai politik dimandulkan fungsi social politiknya. Dengan terbukanya ruang liberalisasi politik saat ini, menarik untuk mengkaji kembali apakah strategi perjuangan dari gerakan sosial harus merumuskan orientasi baru dalam menjawab tantangan tantangan baru yang muncul. Dimana kebebasan dan demokrasi multipartai relatif telah mewujud menjadi tatanan politik.

Sebagai kelompok yang didominasi oleh orang-orang muda dan perempuan, ternyata gerakan sosial belum memiliki agenda konkret untuk mengisi ruang politik yang telah terbuka. Demokrasi memberi para aktivis gerakan sosial ruang untuk mentransformasikan perjuangannya, namun ini tidak secara serius dimanfaatkan. Keengganan banyak aktivis perempuan untuk mengisi ruang kuota 30% justru membuat pelaksanaan kuota tersebut tidak terkawal dengan baik di internal partai, baik secara kuantitas apalagi kualitas. Padahal jika kita runut ke belakang, aktivis perempuanlah yang paling gigih memerjuangkan kuota ini. Keengganan banyak kaum muda gerakan sosial untuk mewakili aspirasi rakyat ke dalam partai politik justru tidak sejalan dengan gugatan mereka agar para politisi tua lengser keprabon, legowo memberi ruang kepada yang muda. Sementara kita semua tahu, kepemimpinan kaum muda adalah hasil pertarungan dan gesekan di arena politik yang riil, dan bukan sebuah hadiah apalagi kemurahan hati para politisi tua.

Sebagai sebuah potensi, tentu gerakan sosial layak diperhitungkan. Ribuan jumlah LSM dan aktivis yang tersebar dari Aceh hingga Papua semestinya menyimpan satu kekuatan politik yang dahsyat. Namun ternyata, ribuan tokoh lokal dan nasional ini belum mampu, hingga detik ini, untuk sampai pada kata sepakat menyangkut agenda politik konkrit, di tengah realitas politik kita yang jauh dari ideal ini. Penolakan terhadap partai-partai politik yang ada pun tidak diikuti dengan tekad untuk melakukan konsolidasi secara serius untuk membangun partai politik sendiri atau pun secara optimal memanfaatkan peluang calon perseorangan dalam berbagai pilkada. Kelemahan dalam sistem kepartaian kita disikapi baru sebatas pada tekanan dari luar tanpa upaya membangun satu model ataupun tradisi berpartai yang baru sebagai alternatifnya. Sejumlah aktivis gerakan sosial yang mendirikan partai pun tidak mendapatkan apresiasi dan dukungan yang cukup sebagai bekal untuk bertarung.

Sampai titik ini, prinsip non-partisan tampaknya tidak lagi menjadi solusi, tetapi menjadi belenggu bagi gerakan sosial untuk melakukan terobosan. Berbagai momentum politik penting dan menentukan disikapi secara pasif bahkan abstain, sehingga hasilnya pun menjadi jauh dari harapan publik.

Serius dan Mendesak

Arena politik memang tidak tunggal. Tentu saja partai politik bukan satu-satunya alat untuk memerjuangkan kepentingan publik. Namun perbaikan system dan tradisi kepartaian kita merupakan satu proyek politik yang serius dan mendesak karena, suka atau tidak suka, hampir seluruh mekanisme dan prosedur politik kita masih bersandar pada keberadaan partai ini. Penyusunan produk legislasi dan pemilihan anggota legislatif dan eksekutif adalah sebagian dari wilayah dimana partai politik menjadi bintang utamanya. Belum lagi jika kita setuju bahwa partai politik yang beroperasi dengan baik dan sehat adalah wadah yang paling komprehensif dalam mengartikulasikan kepentingan konstituennya, dibanding ormas, asosiasi, perkumpulan atau bentuk-bentuk lain.

Sejarah pernah menunjukkan bagaimana partai politik yang berfungsi dengan baik justru dapat mengerjakan berbagai ranah yang selama ini dilakukan oleh LSM. Di era demokrasi liberal tahun 1950-60 an, melalui ormas-ormasnya, partai politik dari aliran Islam, Nasionalis dan Komunis terlibat aktif dalam aktivitas memberantas buta huruf, mengadvokasi kenaikan upah dan kasus tanah, mengirim sukarelawan, angkat senjata, mendirikan dapur umum, pembelaan hukum, menolak kawin paksa/kawin muda, membela perempuan korban KDRT sampai mengurus istri korban poligami. Saat itu, partai politik adalah gerakan sosial dan gerakan sosial adalah bagian dari partai politik.

Sejarah ini layak menjadi pemikiran ulang bagi para aktivis gerakan sosial dalam merumuskan sasaran konsolidasi politiknya sekaligus bahan introspeksi, self critic, terhadap kemandegan konsolidasi ini.

Senin, 26 Januari 2009

Temu Simpatisan dan Kader PBR di Gompang, Sukoharjo

Temu Kader dan Simpatisan PBR di Desa Gompang, Sukoharjo

Sukoharjo (16/1) Puluhan simpatisan dan kader dari wilayah Sukoharjo bertatap muka dan berdiskusi secara langsung dengan sejumlah calon anggota legeslatif (Caleg) Partai Bintang Reformasi (PBR) di desa Gompang Sukoharjo. Pertemuan itu sendiri digagas oleh Achmad Bachrudin Bakri, SH sebagai caleg PBR untuk DPRD II Kabupaten Sukoharjo Dapil 3. Sejumlah Caleg PBR lain juga hadir diantaranya; Dita Indah Sari ( Caleg DPR RI Dapil V No urut 1), Desi Arisanti ( Caleg DPR RI Dapil V No urut 2) dan Kelik Ismunanto (Caleg DPRD I Propinsi Jawa Tengah Dapil V).

Kurang lebih lima puluh (50) orang yang hadir dalam pertemuan tersebut merupakan tokoh dari beberapa kampung di sekitar Gompang, Sukoharjo yang selama ini memberikan dukungan terhadap PBR. Dan pertemuan ini merupakan kelanjutan dari pertemuan – pertemuan yang sudah dilakukan sebelumnya.

Sebagai pembuka pertemuan, Achmad Bachrudin menjelaskan tentang proses pencalonan sejumlah aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) maupun aktivis mahasiswa 1998 yang akan maju menjadi Caleg dalam pemilu 2009 mendatang melalui bendera PBR. ”Teman-teman Saya yang hadir dalam pertemuan malam ini, seperti Mbak Dita, Mbak Desy dan Mas Ismu adalah teman-teman yang pada tahun 1998 ikut menggulingkan Orde Baru”, begitu penjelasan Bachrudin. ”Jadi bapak-bapak tidak usah ragu atas komitment yang dimiliki oleh teman-teman Saya ini,” imbuhnya.

Disamping itu, pertemuan tersebut juga membicarakan sekilas tentang visi, misi serta program yang ingin dilakukan oleh para Caleg jika terpilih nantinya. Dita Indah Sari yang selama ini dikenal sebagai seorang aktivis buruh mencoba memberikan penjelasan singkat tentang berbagai persoalan kebangsaan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Tidak lupa Dita, begitu biasa dipanggil, meminta dukungan dan doa restu dari kader yang hadir untuk selalu mendukung aktivitas yang dilakukan oleh para Caleg PBR, khususnya di Dapil V.

Pertemuan diakhiri dengan diskusi strategi pemenangan pemilu yang akan menjadi bekal bagi para simpatisan dan kader PBR untuk memperluas dukungan massa. Dalam pertemuan ini juga telah terbentuk struktur maupun kontak-kontak person di masing-masing desa. ”Tanpa struktur yang solid dan terkonsolidasi, nampaknya akan cukup sulit bagi PBR untuk mendapatkan kursi dalam pemilu 2009 mendatang. Untuk itu jika Kita menghendaki perubahan secara bersama-sama maka mari Kita bekerja keras untuk mendukung kawan-kawan aktivis yang sedang maju sekarang ini,” ungkap Kelik Ismunanto mengakhiri pertemuan. (Mhr)

Minggu, 25 Januari 2009

Dukungan Sejumlah LSM Solo terhadap Caleg PBR

Edisi: Rabu, 14 Januari 2009, hal. III
Puluhan Aktivis LSM dukungan Dita Indah Sari

Laweyan (Espos) Puluhan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kota Solo menyatakan dukungan kepada calon anggota legeslatif (Caleg) DPR dari Partai Bintang Reformasi (PBR) Dita Indah Sari dan Caleg DPRD Jateng, Kelik Ismunanto, dalam sosialisasi Caleg, Selasa (13/1) di Rumah Makan Boga Bugi, Laweyan, Solo.

Kedua Caleg PBR tersebut berangkat dari daerah pemilihan (Dapil) V Jateng dan juga aktivis buruh. Dengan latar belakang mantan aktivis itu, kedua Caleg tersebut menyatakan tekat untuk menghapus utang luar negeri, mengambilalih perusahaan tambang untuk kesejahteraan rakyat dan penguatan industri nasional. Mereka menetapkan, Pemilu tahun ini bakal dijadikan kendaraan untuk keluar dari jeratan-jeratan permasalahan bangsa, sehingga negeri ini mampu menjadi bangsa yang mandiri, tanpa bergantung pada utang luar negeri.

Kegiatan sosialisasi Caleg PBR tersebut itu juga dihadiri sejumlah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Solo, perwakilan Pakorba, Sompis, dan sejumlah aktivis LSM lainnya serta para kader PBR Kota Solo.

Dita Indah Sari dalam kesempatan itu menyatakan, para aktivis sudah banyak berjuang dalam rangka perbaikan negeri ini, terutama dalam reformasi tahun 1998 lalu. Semua jerih payah para aktivis ini, kata dia, bukan berdampak positif bagi aktivis sendiri, melainkan dimanfaatkan oleh pihak lain.

”Dengan semangat aktivis LSM ini, maka sudah waktunya para aktivis unjuk gigi dalam kancah perpolitikan nasional untuk memperjuangkan nasib rakyat kecil, terutama buruh. Setidaknya para aktivis sekarang ini memiliki semangat kritis terhadap pluralisme, antimiliterisme, dan antidiskriminasi. Prinsip ini saya kira masih dipegang para aktivis saat ini dan merupakan modal utama untuk menyatukan tujuan yang sama,” tegasnya.-Oleh: trh
Ditulis ulang oleh Mhr, Sumber: http://www.solopos.co.id/zindex_menu.asp?kodehalaman=h29&id=256412

Dita Indah Sari Lantik PAC Sukoharjo

Edisi: Jum’at, 09 Januari 2009, hal VI

DPC PBR Sukoharjo Lantik PAC
Sukoharjo (Espos) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Bintang Reformasi (PBR) memantapkan jaringan dan struktur guna menghadapi pemilu 2009 dengan melakukan pembentukan pimpinan anak cabang (PAC) di sejumlah kecamatan.

“Pengurus PBR banyak diisi aktivis mahasiswa tahun 1998” ujar Sekertaris DPC PBR Sukoharjo, Achmad Bacharudin dalam rilisnya kepada Espos, Kamis (8/1). Menurutnya di desa Kunden, Bulu pembentukan PAC dipimpin oleh Pangestu Mardi Utomo. Selain dihadiri sekitar 100 kader, pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan pengurus wilayah PBR Jateng, Kelik Ismunanto dan Dita Indah Sari. “Sepekan sebelumnya telah dibentuk PAC serupa bertempat di Banaran RT 02/ RW IX Tegalsari, Weru,” lanjutnya sembari menambahkan, dalam waktu satu bulan kedepan, struktur tersebut akan diperluas hingga tingkat pimpinan anak ranting (Paranti). – Oleh: abn/*